School Lunch Program Jaring Lebih Banyak Pesantren untuk Perbaiki Gizi para Santri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dalam rangka meningkatkan status gizi serta memperbaiki perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) anak-anak maupun remaja di Indonesia, sekaligus untuk mengimplementasikan School Lunch Program (SLP) ke lebih banyak pesantren, PT Ajinomoto Indonesia bekerja sama dengan Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor dan Kementerian Agama memberikan sharing informasi serta pengalaman dalam mengimplementasikan pilot project SLP.
Sharing informasi ini dilakukan dalam bentuk webinar, yang diikuti oleh 60 perwakilan pondok pesantren di Jawa Barat. Turut hadir dalam webinar tersebut yaitu perwakilan dari Kemenag, Kasubdit Pendidikan Ponpes Dr. H. Basnan Said MAG.
Menurut Basnan Said, penting bagi kita semua untuk mengonsumsi makanan yang halal dan thoyib. "Untuk itu kami mengucapkan terima kasih atas inisiasi Ajinomoto yang memberikan kesempatan kepada santri sehingga dapat merasakan gizi yang sama dengan anak-anak yang studinya di luar, tapi tinggal di rumah. Sebagaimana kita tahu, santri sebagian besar berasal dari desa, dari kampung, dan kalau kita berbicara tentang masalah pemenuhan gizi, mungkin ada yang tidak terpenuhi," paparnya.
Head of Public Relations Dept PT Ajinomoto Indonesia Grant Senjaya menambahkan, pihaknya memiliki target untuk menurunkan prevalensi status anemia santri di pondok pesantren melalui pemberian makanan bergizi seimbang. Target itu pun perlahan mulai tercapai.
"Setelah kami menyediakan menu yang tinggi kandungan zat besi dan menu sayur yang dimasak dengan mudah serta nikmat menggunakan produk kami, santri mulai makan lebih banyak. Hasilnya, kami mampu mengurangi 8% kejadian anemia di kalangan santri Pondok Pesantren Pertanian Darul Falah Bogor dan 20,9% di Pondok Pesantren Darussalam Bogor," ungkap Grant Senjaya.
"Berangkat dari kisah sukses ini, kami ingin terus kontribusi untuk mengatasi masalah gizi anak di Indonesia,” lanjutnya.
Melalui sosialisasi SLP, PT Ajinomoto Indonesia menginginkan lebih banyak lagi pesantren yang melaksanakan program ini.
"Pada periode kali ini peserta webinar antusias untuk mendaftarkan pondok pesantrennya. Selanjutnya, kami bersama tim SLP dari IPB akan melakukan observasi dan seleksi untuk memilih 12 pondok pesantren yang sekiranya memenuhi semua persyaratan untuk mengimplementasikan SLP di pondok pesantren masing-masing,” kata Grant Senjaya.
Sementara itu, Dosen Departemen Gizi Masyarakat IPB sekaligus Ketua Project SLP Dr. Rimbawan menerangkan, para santri dan tenaga pengajar di pondok pesantren dapat membaca buku panduan SLP yang sudah disusun untuk menerapkan program tersebut.
“Bersama Ajinomoto dan Kementerian Agama, kami menyusun panduan SLP menjadi tiga buku. Buku pertama berisikan modul edukasi gizi di pesantren yang bermanfaat untuk membekali tenaga pengajar pengetahuan dasar tentang gizi dan kesehatan untuk anak dan remaja. Buku kedua berisikan modul penyediaan makan bergizi seimbang di pesantren. Buku kedua ini bermanfaat bagi pengelola dan tim penyedia makan pesantren. Buku ketiga berisikan kumpulan resep dan pilihan aplikasi menu lezat bergizi seimbang,” papar Dr. Rimbawan.
“Sebelumnya kami memilih 6 pesantren sebagai pilot project, dan di tahun ini kami mengadakan sosialisasi program SLP ke lebih banyak pesantren. Berdasarkan pengamatan kami pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mengalami banyak kemajuan, namun dalam hal pangan, gizi, dan kesehatan, masih belum mendapatkan perhatian yang proporsional. Pada umumnya siswa/i mondok di pesantren. Oleh karena itu, kami menilai jika kondisi pangan, gizi, dan kesehatan baik, akan sangat berdampak pada peningkatan capaian pembelajaran mereka,” pungkasnya.
Sharing informasi ini dilakukan dalam bentuk webinar, yang diikuti oleh 60 perwakilan pondok pesantren di Jawa Barat. Turut hadir dalam webinar tersebut yaitu perwakilan dari Kemenag, Kasubdit Pendidikan Ponpes Dr. H. Basnan Said MAG.
Menurut Basnan Said, penting bagi kita semua untuk mengonsumsi makanan yang halal dan thoyib. "Untuk itu kami mengucapkan terima kasih atas inisiasi Ajinomoto yang memberikan kesempatan kepada santri sehingga dapat merasakan gizi yang sama dengan anak-anak yang studinya di luar, tapi tinggal di rumah. Sebagaimana kita tahu, santri sebagian besar berasal dari desa, dari kampung, dan kalau kita berbicara tentang masalah pemenuhan gizi, mungkin ada yang tidak terpenuhi," paparnya.
Head of Public Relations Dept PT Ajinomoto Indonesia Grant Senjaya menambahkan, pihaknya memiliki target untuk menurunkan prevalensi status anemia santri di pondok pesantren melalui pemberian makanan bergizi seimbang. Target itu pun perlahan mulai tercapai.
"Setelah kami menyediakan menu yang tinggi kandungan zat besi dan menu sayur yang dimasak dengan mudah serta nikmat menggunakan produk kami, santri mulai makan lebih banyak. Hasilnya, kami mampu mengurangi 8% kejadian anemia di kalangan santri Pondok Pesantren Pertanian Darul Falah Bogor dan 20,9% di Pondok Pesantren Darussalam Bogor," ungkap Grant Senjaya.
"Berangkat dari kisah sukses ini, kami ingin terus kontribusi untuk mengatasi masalah gizi anak di Indonesia,” lanjutnya.
Melalui sosialisasi SLP, PT Ajinomoto Indonesia menginginkan lebih banyak lagi pesantren yang melaksanakan program ini.
"Pada periode kali ini peserta webinar antusias untuk mendaftarkan pondok pesantrennya. Selanjutnya, kami bersama tim SLP dari IPB akan melakukan observasi dan seleksi untuk memilih 12 pondok pesantren yang sekiranya memenuhi semua persyaratan untuk mengimplementasikan SLP di pondok pesantren masing-masing,” kata Grant Senjaya.
Sementara itu, Dosen Departemen Gizi Masyarakat IPB sekaligus Ketua Project SLP Dr. Rimbawan menerangkan, para santri dan tenaga pengajar di pondok pesantren dapat membaca buku panduan SLP yang sudah disusun untuk menerapkan program tersebut.
“Bersama Ajinomoto dan Kementerian Agama, kami menyusun panduan SLP menjadi tiga buku. Buku pertama berisikan modul edukasi gizi di pesantren yang bermanfaat untuk membekali tenaga pengajar pengetahuan dasar tentang gizi dan kesehatan untuk anak dan remaja. Buku kedua berisikan modul penyediaan makan bergizi seimbang di pesantren. Buku kedua ini bermanfaat bagi pengelola dan tim penyedia makan pesantren. Buku ketiga berisikan kumpulan resep dan pilihan aplikasi menu lezat bergizi seimbang,” papar Dr. Rimbawan.
“Sebelumnya kami memilih 6 pesantren sebagai pilot project, dan di tahun ini kami mengadakan sosialisasi program SLP ke lebih banyak pesantren. Berdasarkan pengamatan kami pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mengalami banyak kemajuan, namun dalam hal pangan, gizi, dan kesehatan, masih belum mendapatkan perhatian yang proporsional. Pada umumnya siswa/i mondok di pesantren. Oleh karena itu, kami menilai jika kondisi pangan, gizi, dan kesehatan baik, akan sangat berdampak pada peningkatan capaian pembelajaran mereka,” pungkasnya.
(tsa)